CONFUSIUS' BLOCK
Ketika Agustus 2009 lalu Okke Sepatumerah mengirimkan draft novel terbarunya, gw sempat teringat buku ini. Judul draft-nya [seharusnya, atau gw asumsikan sebagai]: Blank. Tapi dia menamai file tersebut: BLAK (tanpa N). Ceritanya tentang seorang penulis yang nge-blank, alias lagi kena writer's block.
Do you understand what I mean ;-)? Ngerti kan kenapa gw teringat buku lucu itu? Hehehe... gw mikir: apakah ini cerita tentang nge-blank dengan mencontohkan apa jadinya sebuah tulisan kalau si penulis lagi nge-blank ;-)?
On top of that, setengah draft pertama Okke kayak nggak tahu mau cerita apa. Muter2 nggak karuan di situ2 juga. Sumpah! Bikin gw il-feel bacanya... HAHAHAHAHA... Untung bagian itu sudah dikomentari oleh Double D (baca: Dearest Dodol), sehingga gw punya excuse buat speed reading ;-)
Still, it took 2 months for me to force myself reading it ;-) Soalnya ternyata gw tetap aja nggak bisa speed reading. Jadi deh... gw bolak-balik mencoba baca, berhenti, baca lagi, berhenti, lupa udah sampai mana, baca dari ulang lagi, dst. Dan - karena gw ratu tega nan telengas - gw bilang tanpa tedeng aling2 ke dia: novel loe yang ini separuh bagian pertama membosankan ;-)
***

Gw sebut reinkarnasi, karena beda banget dengan cikal-bakalnya. Buku ini sangat mengalir, dan gagal bikin gw bosen ;-) Dan... memperhatikan novelnya Okke sejak dia masih novelist-wanna-be, menurut gw ini adalah yang alurnya paling 'ngalir' dibandingkan dua novel terdahulu.
Novel ini berkisah tentang Senja Hadiningrat, selebriti instan di dunia tulis-menulis, yang novel pertamanya meledak bak supernova (the star, I mean, not the novel ;-)). Seperti layaknya supernova yang extremely luminous before it begins to fade, Senja pun segera menemukan kenyataan pahit: menulis novel kedua yang bagus adalah sangat sulit, ketika novel pertamamu bersinar sangat terang.
Untuk menambah komplikasi, si selebriti instan ini punya manajer yang kayaknya bakal cocok di-hijack oleh marketing manager perusahaan FMCG ;-). Baterainya Duracell, tangannya delapan, ... Uuuhmmm... bukaaaan... manajernya bukan laba-laba atau gurita, tetapi memang sangat progresif sekali, sehingga menerima semua tawaran kontrak buat Senja.
... dan... Senja pun kabur ke Ubud, Bali. Untuk menenangkan diri, sekaligus mencoba mengusir writer's block-nya.
Selanjutnya kisahnya bergulir bak kisah remaja pada umumnya. Senja bertemu pria ganteng mampus bernama Genta. Seorang pelukis romantis yang "tahu banget gimana memuaskan perempuan" ;-)
*oh, enggak, tidak ada konotasi seksual di sini. The novel is full of kissing, but alas, there is no more than that ;-) Kurang kinky loe, Kke ;-)*
Bersama Genta, Senja menemukan kembali kepercayaan dirinya, dan the muse yang dikejarnya hingga ke Bali.
Selesai?
Hmm... akhir ceritanya nggak segampang itu, sih ;-) Tapi demi pundi2nya Okke, gw nggak ceritakan deh akhirnya. Biar kentaaaang dan pada beli bukunya ;-)
Ada beberapa hal yang membuat gw tekun membacanya. Yang pertama
*uuuh... I like this term: casually in love ;-)*
Gayanya Genta yang mendekat-tapi-nggak-committed itu benar2 copy paste dari beberapa seniman asli yang gw kenal. Juga surprise2 kecil impulsifnya terhadap Senja... pendeknya, tingkah polah si tokoh nggak bikin jidat gw berkerut karena kontradiktif menurut apa yang gw pelajari di psikologi ;-)
Yang kedua, gw merasa Okke menggambarkan dengan baik kesalahan Confusius melalui beberapa paragrafnya ;-) Paragraf yang gw maksud adalah:
"Aku pikir yang namanya seniman itu nggak bisa kerja dengan sistem kontrak, lalu ber-deadline. Kupikir yang namanya seniman itu nggak mau diatur-atur"
"Ya enggak bisa gitu jugalah," ia mendengus, "yang namanya pekerjaan, pasti ada lingkaran setan bernama sistem. Kamu nggak ngikutin sistem, kamu mati."
(hal. 216)
"Serius nih? Kamu bener-bener nggak pernah mati ide atau nggak mood?"
"Oh, siapa bilang? Sekarang aja aku lagi mati ide dan nggak mood," ia terkekeh. "Tapi aku harus ngelakuin apa pun untuk melawan itu. Apa pun. Ada beberapa temanku yang ngakalinnya dengan bikin konsep yang sama, ganti objek, ganti teknik, malah ada yang cuma geser-geser objek, "Genta tertawa pahit, "dan lukisan mereka laku... semua audience bilang brilliant, padahal yang dibuat itu sampah buat menuhin deadline"
(hal. 217)
Hubungannya dengan Konfusius? Well... pernah dengar kan, Konfusius berkata seperti ini, "Find a job you love, and you'll never work a day in your life"
Hehehe... Konfusius pasti lagi nge-blank waktu mengeluarkan kata2 itu ;-) A job is a job. Meskipun loe suka kerjaan itu, kalau udah jadi kerjaan, ada lingkaran setan bernama sistem ;-)
Sebagai pekerja, gw mengamini hal itu banget! Boleh dibilang, pekerjaan gw adalah sesuatu yang gw suka. Sehari2 kerjaan gw mengamati, menganalisa, dan menuangkannya dalam tulisan. Tapi... kalau udah banyak deadline, tetap saja gw merasa tertekan ;-)
Anyway... buku ini memang buku ringan. Jadi jangan berharap menemukan yang berat2 di sini... hehehe... Meskipun, ada juga insight ringan yang bisa diambil berkaitan dengan judulnya. Tentang how to find your passion. Karena hanya jika seorang penulis bisa menemukan passion lah maka tulisannya bisa bagus. Writer's block pasti berlalu, meskipun mungkin makan waktu bertahun-tahun:
Contohnya Henry Roth, penulis novel 'Call it Sleep' (diterbitkan tahun 1943) baru menerbitkan novel selanjutnya, "Nature's First Green" di tahun 1979, gara-gara writer's block akut. Tiga puluh enam tahun, an akhirnya berlalu juga. Eh, tapi 36 tahun lama juga ya?
(hal. 309)
Yaah... proses menemukan passion itu memang waktunya nggak pasti. Tapi... pasti akan tetap datang kok ;-) Yang penting keep fighting aja, seperti nasihat Genta. Kita toh nggak bisa melepaskan diri dari sistem ;-)
Oh, tentu saja, novel ini juga nggak sempurna. Gw masih mencatat kontradiksi2 minor yang mengganggu. Cerita tentang telepon yang masuk di halaman 188, misalnya, tidak mungkin terjadi kalau diawali dengan kisah di halaman 170 ;-) Dan deskripsi ruangan di halaman 206 kontradiktif dengan halaman 158 ;-) Belum lagi typo parah di 287 ;-)
Tapi... yaaah... itu biasa kok. Penulis sekelas Dan Brown juga melakukannya di The Lost Symbol... hehehe... ;-) Yup, kalau draft-nya mengingatkan gw pada buku oleh2 Budhe, maka reinkarnasinya mengingatkan gw pada buku teranyar penulis fenomenal itu ;-) Gw menduga Dan Brown saat menulis buku terbarunya juga sedang berada pada titik nadir seperti Senja.
Udah baca bukunya? Kalau menurut gw, The Lost Symbol itu memaksakan diri untuk jadi bernuansa Da Vinci Code, buku Dan Brown yang paling laku. Padahal, kalau lihat dari plotnya, gw merasa si penulis lagi mood ke arah either Digital Fortress atau Deception Point. Akibatnya, menurut gw "jiwa"nya nggak ada tuh buku ;-) Nggak pas ;-) Kentang, bow, misterinya maksa dan jadi gampang banget ditebak.
Nggak heran kalau Dan Brown juga bikin kontradiksi yang sama dengan Okke ;-) Nggak percaya? Coba cek lagi halaman 22 - 23 (untuk yang bukunya terbitan Doubleday, NY). Atau gampangnya: akhir Chapter 5. Coba deh... gw ngerasa bagian itu nggak nyambung dengan kisah berikutnya, karena selanjutnya nggak dielaborasi (bahkan tidak disebut2 lagi) bahwa Nona Solomon dan Mal'akh saling berkomunikasi ;-)
Tapi, sebelum gw melengserkan si editor, gw kembali ingat pada Confusius' Block di atas: bahwa nggak ada kerjaan yang bisa bikin loe nggak ngerasa kerja sehari pun ;-) Even jika loe suka sama kerjaan itu ;-) Dan mungkin itulah mengapa si editor nggak nyadar ada kontradiksi ini, sementara gw sadar ;-) Gw membaca buku ini dengan passion seorang editor, karena gw bukan editor ;-) Sementara si Mbak Editor, walaupun mungkin senang dengan pekerjaannya, tentu sulit untuk membaca dengan detil ketika dia sudah terperangkap dalam sistem ;-)
Ah, Konfusius memang sedang nge-blank saat mengucapkan kalimat bijak itu ;-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar